ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(TUNALARAS)
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
yang
dibina oleh
Ibu Mutmainah,
S.Ag., M.Si.
Disusun
oleh
Erica Agustina 12.06.111.000.03
Dyah Ayu Nurjannah 12.06.111.000.71
Sujatmoko
Surya B 12.06.111.000.86
Indra
Zuana Dwi M 11.06.111.001.42
Ach. Lutfi 12.06.111.001.60
Istiqomah 14.06.111.001.34
Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Trunojoyo Madura
2015
KATA
PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena tanpa berkat dan
rahmat-Nya, kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Terlantun sholawat dan salam untuk imam besar kita semua Nabi
Muhammad SAW. Rasa terimakasih juga banyak terucap kepada Ibu Mutmainah S.Ag.,
M.Si, selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus. Tak lupa juga ucapan terimakasih kami berikan kepada
teman-teman yang selama ini saling membantu dan mendukung dalam pengerjaan
makalah ini.
Adapun
makalah yang berjudul Anak
Berkebutuhan Khusus (Tunalaras) ini berisi
uraian-uraian mengenai, definisi
tunalaras, ,
jenis-jenis tunalaras, karakteristik anak yang mengalami tunalaras, penyebab
tunalaras dan bentuk
layanan dan pendidikan untuk anak yang mendirita tunalaras.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun redaksinya.
Makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan
datang. Atas semua kesalahannya kami ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga
makalah ini dapat berguna baik bagi kami sebagai penulis maupun bagi pembaca.
Bangkalan, Maret 2015
Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.3 Tujuan Rumusan
Masalah
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tunalaras
3
2.2 Jenis-jenis Tunalaras
4
2.3 Karakteristik Anak yang Mengalami
Tunalaras
7
2.4 Penyebab Tunalaras
9
2.5 Bentuk Layanan dan
Pendidikan untuk Anak Tunalaras
11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
14
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Belajar adalah kegiatan yang
pastinya dialami oleh setiap orang. Belajar merupakan suatu proses
perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu, yang disebabkan
oleh pengalaman yang dialaminya. Berbeda dengan anak berkebutuhan khusus mereka
sering kali dikucilkan dari lingkungan disekitarnya, seakan mereka tidak berhak
untuk menggenyang pendidikan. Ini bertolak belakang sebagaimana termagtub dalam
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh
karena itu pemerintah membuka sekolah-sekolah luar bisa yang khusus
diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. pemerintah juga
menyebarkan isu pendidikan untuk semua (education for all) menjadikan
pendidikan inklusi sebagai dalah satu model pendidikan yang disarankan untuk
berbagai tipe anak berkebutuhan khusus.
Dalam
kesempatan kali ini kami, akan membahas mengenai anak berkebutuhan khusus jenis
Tunalaras. Tunalaras merupakan anak yang memiliki hambatan pengendalian emosi
dan kontrol sosial. Perilaku anak tunalaras merupakan
salah satu perilaku yang menyimpang. Penyimpangan
perilaku adalah tingkah laku yang dimiliki seseorang dimana sikap yang ia
miliki tidak sewajarnya atau pun berbeda pada mestinya.
Seperti
yang diketahui, Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam
mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan
perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan
aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor
internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Secara
garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang
mengalami gangguan emosi.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas,
kami simpulkan beberapa rumusan masalah yaitu:
1. Apakah karakteristik anak tunalaras?
2. Apa sajakah bentuk layanan anak yang
mengalami tunalaras?
1.3
Tujuan
Rumusan Masalah
Dari rumusan masalah di
atas, maka tujuan rumusan masalah kami, yaitu:
1. Untuk
mengetahui karakteristik anak tunalaras
2. Untuk
mengetahui bentuk
layanan anak yang mengalami tunalaras
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tunalaras
Tunalaras
adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat
disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari
lingkungan sekitar.
Menurut
T.Sutjihati Somantri, (2007 : 139) “ Anak tunalaras sering juga disebut anak
tunasosial karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap
norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan
menyakiti orang lain.”
Individu tunalaras biasanya
menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di
sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor
eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Anak berkebutuhan khusus
(Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Istilah yang digunakan untuk anak
yang berkelainan perilaku (anak tunalaras) dalam konteks kehidupan sehari-hari
di kalangan praktisi sangat bervariasi. Perbedaan pemberian julukan kepada anak
yang berperilaku menyimpang tidak lepas dari konteks pihak yang berkepentingan.
Misalnya, para orangtua cenderung menyebut anak tunalaras denga istilah anak
jelek (bad boy), para guru menyebutnya dengan anak yang tidak dapat diperbaiki
(incurrigible), para psikiater/psikolog lebih senang menyebut dengan anak yang
terganggu emosinya (emotional disturb child), para pekerja sosial menyebutnya
sebagai anak yang tidak dapat mengikuti aturan atau norma sosial yang berlaku
(social maladjusted child), atau jika mereka berurusan dengan hukum maka para
hakim biasa menyebutnya sebagai anak-anak pelanggar/penjahat (deliquent).
Terlepas dari julukan yang diberikan
kepada para tunalaras, secara substansial kesamaan makna yang terdapat pada
pemberian “gelar” pada anak tunalaras, disamping menunjuk pada cirinya yaitu
terdapatnya penyimpangan yyang berlaku di lingkungannya. Juga akibat dari perbuatan yang dilakukan dapat merugikan diri sendiri
maupun orang lain,…..a behavior deviation is
that behavior of a child wich; (i) has a detrimental effect on his development
and adjustment and/ or (ii) interferers with the lives of other people. (Kirk, 1970, dalam www.kenaliakudulu.com)
Berbagai definisi yang diadaptasi
oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut:
a) Menurut ketentuan yang ditetapkan
dalam undang-undang pokok pendidikan nomor 12 tahun 1952, anak tunalaras
adalah individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang/berkelainan, tidak
memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial
dengan frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi terhadap
kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat
kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain.
b) Pengertian yang hampir serupa
dikemukakan dalam dokumen kurikulum SLB bagian E tahun 1977, yang disebut
tunalaras adalah (1) anak yang mengalami gangguan/hambatan emosi dan tingkah
laku sehingga tidak/kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap
lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat; (2) anak yang mempunyai
kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku di mayarakat; (3) anak yang
melakukan kejahatan.
2.2 Jenis-jenis Tunalaras
Jenis anak tunalaras secara umum dapat ditinjau dari
segi gangguan atau hambatan dan kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan
penjelasan sbb :
A. Menurut jenis
gangguan atau hambatan
1. Gangguan Emosi
Anak tunalaras
yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara
umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan
merasa cemas. Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam
dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:
·
Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu
ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
·
Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap
macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu. Pada umumnya anak merasa
takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.
·
Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak
dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit
jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti mencukil
hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti
mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar
rambut seperti, mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut. Demikian
pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan
mengrinyitkan muka, dan sebagainya.
·
Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang
apabila orang lain memperoleh keuntungan dan kebahagiaan.
·
Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di
sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi.
·
Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam
menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang berang menghadapi kenyataan
pergaulan.
·
Rendah diri, yaitu sering minder yang
mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena perasaan tertekan.
2. Gangguan Sosial
Anak ini
mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak
dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan
itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati
orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak
milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu
ketenteraman dan kebahagiaan orang lain. Beberapa data tentang anak tunalaras
dengan gangguan sosial antara lain adalah:
·
Mereka datang dari keluarga pecah (broken home)
atau yang sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya.
·
Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan
kelas-kelas sosial.
·
Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu,
perbedaan pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
·
Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang
dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah.
·
Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah
lakunya tercela dalam masyarakat.
·
Dari keluarga kurang mampu.
·
Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga
hubungan kasih sayang dan batin umumnya bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita sering mendengar anak
delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu bagian anak
tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya menimbulkan kegocangan
ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya termasuk
pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya, membunuh,
mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya.
B. Klasifikasi
berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa
kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria
itu adalah:
·
Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi
memiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative
semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
·
Frekuensi tindakan, artinya frekuensi tindakan
semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang
baik semakin berat kenakalannya.
·
Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang
dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
·
Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya
Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat,
dibandingkan dengan apabila di rumah.
·
Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku
baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala
cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan “keras kepala” sukar mengikuti
petunjuk termasuk kelompok berat.
·
Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami.
Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk
golongan berat dalam pembinaannya. Maka kriteria ini dapat menjadi pedoman
pelaksanaan penetapan berat-ringan kenakalan untuk dipisah dalam pendidikannya.
2.3 Karakteristik Anak yang Mengalami
Tunalaras
Heward
dan Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang dikatakan
mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima
karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lima, yaitu:
a) Ketidakmampuan
untuk belajar yang bukan disebabkan oleh factor intelektualitas, alat indera
maupun kesehatan
b) Ketidakmampuan
untuk mengembangkan atau memelihara kepuasan dalam menjalin hubungan dengan
teman sebaya dan pendidik
c) Tipe
perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang dibawah keadaan normal
d) Mudah
terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau depresi
e) Cenderungan untuk
mengembangkan simptom-simptom fisik atau ketakutan-ketakutan yang
disasosiasikan dengan permasalahan permasalahn pribadi atau sekolah.
Karakteristik
yang dikemukakan Hallahan dan kauffman (1986) berdasarkan dimensi tingkah laku
anak tuna laras adalah sebagai berikut:
*
Anak yang mengalami gangguan
perilaku
1.
Berkelahi,
memukul menyerang
2.
Pemarah
3.
Pembangkang
4.
Suka merusak
5.
Kurang ajar, tidak sopan
6.
Penentang, tidak mau
bekerjasama
7.
Suka menggangu
8.
Suka ribut, pembolos
9.
Mudah marah, Suka pamer
10.
Hiperaktif, pembohong
11.
Iri hati, pembantah
12.
Ceroboh, pengacau
13.
Suka menyalahkan orang lain
14.
Mementingkan diri sendiri
*
Anak yang mengalami kecemasan
dan menyendiri:
1.
Cemas
2.
Tegang
3.
Tidak punya teman
4.
Tertekan
5.
Sensitif
6.
Rendah diri
7.
Mudah frustasi
8.
Pendiam
9.
Mudah bimbang
*
Anak yang kurang dewasa
1.
Pelamun
2.
Kaku
3.
Pasif
4.
Mudah dipengaruhi
5.
Pengantuk
6.
Pembosan
*
Anak yang agresif
bersosialisasi
1.
Mempunyai komplotan jahat
2.
Berbuat onar bersama
komplotannya
3.
Membuat genk
4.
Suka diluar rumah sampai larut
5.
Bolos sekolah
6.
Pergi dari rumah
Selain karakteristik diatas, berikut
ini karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik, sosial/ emosional dan
fisik/ kesehatan anak tuna laras.
*
Karakteristik Akademik:
Kelainan
perilaku mengakibatkan penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibatnya,
dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Hasil belajar dibawah
rata-rata
2.
Sering berurusan dengan guru
BK
3.
Tidak naik kelas
4.
Sering membolos
5.
Sering
melakukan pelanggaran, baik disekolah maupun dimasyarakat, dll
*
Karakteristik Sosial/ Emosional:
Karakteristik sosial/ emosional tuna laras dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a)
Karakteristik
Sosial
1.
Masalah yang menimbulkan
gangguan bagi orang lain:
a.
Perilaku itu tidak diterima
masyarakat, biasanya melanggar norma budaya
b.
Perilaku itu
bersifat menggangu, dan dapat dikenai sanksi oleh kelompok sosial
2.
Perilaku itu ditandai dengan
tindakan agresif yaitu:
a.
Tidak mengikuti aturan
b.
Bersifat mengganggu
c.
Bersifat membangkang dan
menentang
d.
Tidak dapat bekerjasama
3.
Melakukan
tindakan yang melanggar hukum dan kejahatan remaja
b)
Karakteristik
Emosional
1.
Hal-hal yang menimbulkan
penderitaan bagi anak, misalnya tekanan batin dan rasa cemas.
2.
Ditandai dengan
rasa gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan dan sifat perasa/ sensitif.
c)
Karakteristik
Fisik/ kesehatan
Pada anak tuna laras umumnya masalah
fisik/ kesehatan yang dialami berupa gangguan makan, gangguan tidur atau
gangguan gerakan. Umumnya mereka merasa ada yang tidak beres dengan jasmaninya,
ia mudah mengalami kecelakaan, merasa cemas pada kesehatannya, seolah-olah
merasa sakit, dll. Kelainan lain yang berupa
fisik yaitu gagap, buang air tidak terkontrol, sering mengompol, dll.
2.4 Penyebab Tunalaras
Faktor penyebab tunalaras harus
ditelusuri untuk memberikan pemahaman yang bukan mempermudah dalam usaha
menanggulangi dan memberikan pelayanan bagi anak tunalaras. Factor-faktor
penyebab tunalaras antara lain :
A.
Kondisi / Keadaan Fisik
Menurut beberapa ahli, gangguan
tingkah laku dan respon emosional seseorang dapat dipengaruhi oleh disfungsi
kelenjar endoktrin. Dari hasih penelitian Gunzburg (dalam Simanjuntak, 1947)
disfungsi kelenjar endoktrin merupakan salah satu penyebab kejahatan, apabila
fungsi kelenjar ini terganggu maka perkembangan fisik dan mental seseorang akan
terganggu dan berpengaruh pada perkembangan wataknya.
Kondisi fisik ini dapat berupa
kelainan yang menyebabkan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu
juga adanya sikap atau perlakuan negative dari lingkungan masyarakat dapat
menimbulkan rasa rendah diri, rasa tidak mampu, mudah putus asa, merasa tidak
berguna, memperlihatkan perilaku agresif. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kondisi / keadaan fisik yang dinyatakan secara tidak langsung dalam ciri-ciri
kepribadian atau secara tidak langsung dalam reaksi menghadapi kenyataan
memiliki implikasi bagi penyesuaian diri seseorang.
B.
Masalah Perkembangan
Erikson (dalam Singgih D. Gunarso,
1985 : 107) menjelaskan bahwa setiap memasuki fase perkembangan baru, individu
dihadapkan pada berbagai tantangan atau krisis emosi. Krisis emosi ini dapat
diatasi jika pada diri anak tumbuh kemampuan baru yang berasal dari adanya
proses kematangan yang menyartai perkembangan. Ciri dari masa krisis ini adalah
nampaknya sikap menentang dan keras kepala, serta pelanggaran peraturan baik
dirumah maupun di sekolah. Kartini Kartono (1982) menegaskan bahwa penghalang
terhadap kelangsungan fungsi-fungsi fisik dan psikis pada masa ini dapat
mengakibatkan kemunduran pada individu. Jika pada masa ini jjiwa anak masih
labil maka akan banyak mengandung resiko berbahaya, dan jika kurang mendapatkan
bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa maka anak akan mudah terjerumus pada
tingkah laku menyimpang.
C.
Lingkungan Keluarga
Keluarga memiliki pengaruh penting
dalam membentuk kepribadian keluarga merupakan peletak dasar perasaan aman
(emotional security) pada anak, dan anak dapat memperoleh pengalaman pertama
mengenai perasaan dan sikap social di lingkungan keluarga. Apabila keluarga
tidak dapat memenuhi itu semua maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah
laku anak. Masalah pada lingkungan keluaraga ini dapat disebabkan karena
kurangnya perhatian dari orang tua. Karena kurangya perhatian tersebut, anak
akan mencari kasih sayang di luar rumah dengan cara mencari kawan-kawan yang
senasib. Pada kelompok tersebut anak dapat melakukan perbuatan tercela dan
menentang norma untuk mendapat perhatian dari orang tua. Atau dapat juga karena
perhatiannya berlebihan sehingga anak menjadi manja dan dampaknya, jika anak
mengalami kegagalan maka anak akan lekas mnyerah merasa kecewa. Selain itu
masalahnya juga dapat disebabkan oleh karena ketidakharmonisan keluarga.
Masalah ini dapat berupa pecahnya keluarga. Orang tua yang sering bserselisih
paham dapat menimbulkan keraguan pada diri anak mengenai kebenaran suatu norma.
Sehingga anak mencari jalan sendiri dan dapat terjadi gangguan tingkah laku. Masalah
dalam keluarga juga dapat dikarenakan kondisi ekonomi yang rendah. Jika tidak
terpenuhinya kebutuhan anak, anak akan mencari jalan sendiri dan akan mengarah
pada tindakan antisosial.
D.
Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah dapat menjadi
penyebab timbulnya gangguan tingkah laku pada anak, seperti yang dikemukakan
Sofyan Willis (1978) bahwa dalam rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan,
kadang-kadang sekolah juga penyebab dari tinbulnya kenakalan remaja. Timbulnya
gangguan tersebut dapat disebabkan oleh perilaku guru yang otoriter yang
menyebabkan anak tertekan dan takut mengikuti pelajaran, sehingga anak memilih
untuk membolos. Atau dapat juga karena sikap guru yang membiarkan anak didiknya
tidak disiplin sehingga anak melakukan tindakan yang melanggar peraturan.
Selain itu, fasilitas pendidikan juga dapat menimbulkan masalah, jika fasilitasnya
kurang maka anak akan mengisi waktu luangnya untuk berkeliaran di luar sekolah.
E.
Lingkungan Masyarakat
Menurut Bandura (dalam Kirk &
Gallegher, 1986), salah satu hal yang nampak mempengaruhi pola perilaku anak
dalam lingkungan social adalah keteladanan, yaitu menirukan perilaku orang
lain. Di dalam lingkungan masyarakat banyak terdapat pengaruh yang bersifat
positif, tetapi di samping itu juga terdapat pengaruh negative yang dapat
memicu munculnya perilaku menyimpang. Sikap masyarakat yang negatif dan hiburan
yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya
kelainan tingkah laku anak.
2.5 Bentuk Layanan dan
Pendidikan untuk Anak Tunalaras
A.
Bentuk Layanan untuk Anak Tunalaras
Bentuk layanan untuk anak tunalaras berupa bimbingan. Bimbingan anak
tunalaras dapat dilakukan pada lingkungan keluarga. Kelurga adalah lingkungan
pertama yang dapat menjadi penyebab dari ketunalarasan. Pada seorang anak, dan
dalam lingkungn keluarga ini ada beberapa kiat yang dapat dilakukan dalam menanggulangi
anak yang mengalami ketunalarasan.
Hal yang dapat dilakukan yaitu mengelola dan mengendalikan emosi pada anak
tunalaras yang tujuannya agar anak tersebut mampu mengelola emosi pada dirinya.
Strategi pencapaian yang dilakukan yakni:
1.
Pada saat tiba-tiba terjadi
konflik
ü
Beri waktu untuk mendinginkan
suasana
ü
Bahas perilaku yang telah
diperbuat anak tanpa menyerangnya
ü
Jelaskan perasaan tanpa
menyangkal perasaan anak.
2.
Pada saat anak tidak terjadi
konflik
ü
Mengenalkan anak pada buku
harian, khususnya buku harian yang didalamnya ada gambar berupa ekspresi wajah
ü
Memberikan anak nasehat yang
berhubungan dengan emosi dan cara mengatur emosi.
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan
secara personal kepada anak, baik pendekatan emosinya dan pendekatan jati
dirinya. Misalnya dengan memuji, memenuhi keinginannya, memahani karakternya
dengan tidak memberikan hukuman terlebih dahulu.
Prosedur yang dilakukan adalah bertahap dan
berkelanjutan. Karena untuk membentu pemulijan perilaku dan emosi anak tidak
akan bisa dilakukan secara instan. Tekniknya berupa pendekatan secara langsung
keanak atupun secara tidak langsung melalui teman sebaya anak.(www.asianfanfics.com)
Bentuk
pendidikan
anak berkebutuhan khusus tunalaras dapat
diselenggarakan di SLB khusus untuk anak tunalaras yaitu (SLB-E). Dalam
pelaksanaannya, macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan
tunalaras atau gangguan emosi dan perilaku adalah sebagai berikut:
1.
Penyelenggaraan
bimbingan serta penyuluhan di sekolah regular seperti pendidikan inklusi. Misalnya di sekolah
regular terdapat murid atau anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan atau
gangguan emosi maka para pembimbingharus segera memperbaikinya. Mereka masih
tetap tinggal di sekolah tersebut bersama-sama dengan kawannya di kelas, namun
anak tunalaras tersebut akan perhatian dan juga layanan khusus.
2. Menyediakan
kelas khusus bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras jika mereka perlu belajar
terpisah dari teman-temannya satu kelas. Kemudian, pembimbing dapat mempelajari
gejala-gejala gangguan emosi maupun gangguan perilaku yang dialami anak. Kelas
khusus tersebut ada pada setiap sekolah dan juga masih merupakan bagian dari
sekolah tersebut. Kelas khusus bagi anak tunalaras tersebut dipegang oleh
seorang pendidik dengan latar belakang PLB atau pembimbing maupun penyuluh
yaitu seorang guru yang cakap dan mampu mendidik anak berkebutuhan khusus
tunalaras.
3. Sekolah
Luar Biasa (SLB) bagian tunalaras tanpa asrama yang ditujukan untuk anak berkebutuhan
khusus tunalaras yang proses belajarnya perlu dipisahkan dengan teman yang
lainnya karena gangguan emosi dan gangguan perilaku yang dialaminya sudah cukup
berat atau bahkan merugikan teman seusianya.
4. Sekolah
dengan asrama. Sekolah ini ditujukan bagi anak berkebutuhan khusus yang
kenakalannya sudah terlampau berat, sehingga mereka harus dipisahkan dengan
teman maupun orangtua mereka. Oleh sebab itulah mereka harus dikirim ke asrama
untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini juga bermaksud agar anak secara kontinyu
bisa terus mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Adanya asrama untuk anak
berkebutuhan khusus tunalaras adalah sebagai keperluan penyuluhan.
Tujuan
diselenggarakannya pendidikan bagi anak tunalaras adalah untuk membantu anak
berkebutuhan khusus tunalaras agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan serta
keterampilan sebagai pribadi ataupun anggota masyarakat dalam menggalakkan
hubungan timbale balik antara lingkungan sosial budaya maupun lingkungan.
Pendidikan
untuk anak
berkebutuhan khusus tunalaras dapat
dilaksanakan melalui bidang pengajaran, bimbingan dan juga penyuluhan dengan
melibatkan ahli-ahli terkait seperti guru, psikolog, pengasuh maupun pekerja
sosial.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tunalaras adalah individu yang
mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu
tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai
dengan norma dan aturan yang berlaku di
sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor
eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Karakteristik
anak yang mengalami tunalaras meliputi:
a.
Anak yang mengalami gangguan
perilaku
b.
Anak yang mengalami kecemasan
dan menyendiri:
c.
Anak yang kurang dewasa
d.
Anak yang agresif
bersosialisasi
Anak yang
menderita tunalaras sangat membutuhkan layanan dan pendidikan yang sangat tepat
karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap
norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan
menyakiti orang lain. Layanan dan pendidikan untuk
anak tunalaras dapat melalui kelas-kelas inklusi, SLB-E atau sekolah dan
asrama.
3.2 Saran
Dengan semakin
berkembangnya kajian tentang ketunalarasan, sangat perlu untuk mempelajari
teori baik ciri-ciri, karakteristik, jenis-jenis, dan layanan pendidikan untuk anak
tunalaras dari berbagai ahli. Walaupun kita
sebagai calon guru SD, namun kita dituntut peka akan dinamika siswa dalam kelas
dan kita diharapkan dapat bertindak sesui dengan teori tentang ketunalarasan
jika ada didalam kelas terdapat anak tunalaras. Dengan informasi mengenai
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras ini diharapkan para pembaca
memiliki persepsi yang sama terhadap perkembangan pendidikan luar biasa
sehingga program-program pendidikan tersebut bisa terlaksana dengan baik sesuai
dengan harapan.
DAFTAR PUSTAKA
*
Referensi Buku
Dra.
T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi, 2006, Psikologi Anak Tunalara, Bandung
: PT Refika Aditama
IG. A. K. Wardani, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
M. Efendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Mujtahidin. 2014.Teori
Belajar dan Pembelajaran. Surabaya:
Pena Salsabila
*
Referensi Jurnal Ilmiah
Mahabatti,
Aini. 2010.Jurnal Pendidikan Khusus Vol.7
No.2 Pendidikan Inklusif Untuk Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (TUNALARAS). (Online), (tidak ada halaman), (http://www.uny.ac.id), diakses 27 Maret 2015.
*
Referensi Internet
Phierquinnhttps://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-laras-dan-karakteristiknya/), diakses 27 Maret 2015
Piadmajha, Ananda. 2013.Pengertian Anak Tunalaras,
(Online), (http://anandapriadmajha.blogspot.com/2013/05/pengertian-anak-tuna-laras.html) diakses 27 Maret 2015
Anonim, (tanpa tahun). Kelompok 9 Tunalaras,
(Online), (http://www.asianfanfics.com/story/view/357966/4/babk-kel-5-11-babk), diakses 27 Maret 2015
Anonim. 2014. Pendidikan Khusus Untuk
Anak Tunalaras, (Online), (http://bisamandiri.com/blog/2014/11/pendidikan-khusus-untuk-anak-tunalaras/), diakses 27 Maret 2015