Selasa, 14 April 2015

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNALARAS)



ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

(TUNALARAS)
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
yang dibina oleh
Ibu Mutmainah, S.Ag., M.Si.











Disusun oleh
Erica Agustina                       12.06.111.000.03
Dyah Ayu Nurjannah           12.06.111.000.71
Sujatmoko Surya B               12.06.111.000.86
Indra Zuana Dwi M              11.06.111.001.42
Ach. Lutfi                              12.06.111.001.60
Istiqomah                               14.06.111.001.34


Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Trunojoyo Madura
2015

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena tanpa berkat dan rahmat-Nya, kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Terlantun sholawat dan salam untuk imam besar kita semua Nabi Muhammad SAW. Rasa terimakasih juga banyak terucap kepada Ibu Mutmainah S.Ag., M.Si,  selaku dosen mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Tak lupa juga ucapan terimakasih kami berikan kepada teman-teman yang selama ini saling membantu dan mendukung dalam pengerjaan makalah ini.
Adapun makalah yang berjudul Anak Berkebutuhan Khusus (Tunalaras) ini berisi uraian-uraian mengenai, definisi tunalaras, , jenis-jenis tunalaras, karakteristik anak yang mengalami tunalaras, penyebab tunalaras dan bentuk layanan dan pendidikan untuk anak yang mendirita tunalaras. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun redaksinya.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Atas semua kesalahannya kami ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat berguna baik bagi kami sebagai penulis maupun bagi pembaca.



Bangkalan, Maret 2015


                                                                                         Tim Penyusun

 



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Rumusan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tunalaras 3
2.2 Jenis-jenis Tunalaras 4
2.3 Karakteristik Anak yang Mengalami Tunalaras 7
2.4 Penyebab Tunalaras 9
2.5 Bentuk Layanan dan Pendidikan untuk Anak Tunalaras 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 14
3.2 Saran 14
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Belajar adalah kegiatan yang pastinya dialami oleh setiap orang. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu, yang disebabkan oleh pengalaman yang dialaminya. Berbeda dengan anak berkebutuhan khusus mereka sering kali dikucilkan dari lingkungan disekitarnya, seakan mereka tidak berhak untuk menggenyang pendidikan. Ini bertolak belakang sebagaimana termagtub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Oleh karena itu pemerintah membuka sekolah-sekolah luar bisa yang khusus diperuntukkan untuk anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. pemerintah juga menyebarkan isu pendidikan untuk semua (education for all) menjadikan pendidikan inklusi sebagai dalah satu model pendidikan yang disarankan untuk berbagai tipe anak berkebutuhan khusus.
Dalam kesempatan kali ini kami, akan membahas mengenai anak berkebutuhan khusus jenis Tunalaras. Tunalaras merupakan anak yang memiliki hambatan pengendalian emosi dan kontrol sosial. Perilaku anak tunalaras merupakan salah satu perilaku yang menyimpang. Penyimpangan perilaku adalah tingkah laku yang dimiliki seseorang dimana sikap yang ia miliki tidak sewajarnya atau pun berbeda pada mestinya.
Seperti yang diketahui, Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi.
1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, kami simpulkan beberapa rumusan masalah yaitu:
1.      Apakah karakteristik anak tunalaras?
2.      Apa sajakah bentuk layanan anak yang mengalami tunalaras?
1.3  Tujuan Rumusan Masalah
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan rumusan masalah kami, yaitu:
1.      Untuk mengetahui karakteristik anak tunalaras
2.      Untuk mengetahui bentuk layanan anak yang mengalami tunalaras


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Definisi Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Menurut T.Sutjihati Somantri, (2007 : 139) “ Anak tunalaras sering juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain.”
Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Istilah yang digunakan untuk anak yang berkelainan perilaku (anak tunalaras) dalam konteks kehidupan sehari-hari di kalangan praktisi sangat bervariasi. Perbedaan pemberian julukan kepada anak yang berperilaku menyimpang tidak lepas dari konteks pihak yang berkepentingan. Misalnya, para orangtua cenderung menyebut anak tunalaras denga istilah anak jelek (bad boy), para guru menyebutnya dengan anak yang tidak dapat diperbaiki (incurrigible), para psikiater/psikolog lebih senang menyebut dengan anak yang terganggu emosinya (emotional disturb child), para pekerja sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak dapat mengikuti aturan atau norma sosial yang berlaku (social maladjusted child), atau jika mereka berurusan dengan hukum maka para hakim biasa menyebutnya sebagai anak-anak pelanggar/penjahat (deliquent).
Terlepas dari julukan yang diberikan kepada para tunalaras, secara substansial kesamaan makna yang terdapat pada pemberian “gelar” pada anak tunalaras, disamping menunjuk pada cirinya yaitu terdapatnya penyimpangan yyang berlaku di lingkungannya. Juga akibat dari perbuatan yang dilakukan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain,…..a behavior deviation is that behavior of a child wich; (i) has a detrimental effect on his development and adjustment and/ or (ii) interferers with the lives of other people. (Kirk, 1970, dalam www.kenaliakudulu.com)
Berbagai definisi yang diadaptasi oleh Lynch dan Lewis (1988) adalah sebagai berikut:
a)      Menurut ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang  pokok pendidikan nomor 12 tahun 1952, anak tunalaras adalah individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang/berkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain.
b)      Pengertian yang hampir serupa dikemukakan dalam dokumen kurikulum SLB bagian E tahun 1977, yang disebut tunalaras adalah (1) anak yang mengalami gangguan/hambatan emosi dan tingkah laku sehingga tidak/kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat; (2) anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku di mayarakat; (3) anak yang melakukan kejahatan.
2.2  Jenis-jenis Tunalaras
Jenis anak tunalaras secara umum dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan kualifikasi berat ringannya kenakalan, dengan penjelasan sbb :
A.    Menurut jenis gangguan atau hambatan
1.      Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas. Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:
·         Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
·         Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.
·         Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar hidung, seperti mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut. Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan muka, dan sebagainya.
·         Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh keuntungan dan kebahagiaan.
·         Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi.
·         Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
·         Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena perasaan tertekan.
2.      Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain. Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:
·         Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya.
·         Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
·         Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
·         Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah.
·         Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
·         Dari keluarga kurang mampu.
·         Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita sering mendengar anak delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu bagian anak tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya menimbulkan kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya, membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya.
B.     Klasifikasi berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu adalah:
·         Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
·         Frekuensi tindakan, artinya frekuensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
·         Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
·         Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
·         Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan “keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
·         Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya. Maka kriteria ini dapat menjadi pedoman pelaksanaan penetapan berat-ringan kenakalan untuk dipisah dalam pendidikannya.



2.3  Karakteristik Anak yang Mengalami Tunalaras
Heward dan Orlansky (1988) dalam Sunardi (1996) mengatakan seseorang dikatakan mengalami gangguan perilaku apabila memiliki satu atau lebih dari lima karakteristik berikut dalam kurun waktu yang lima, yaitu:
a)      Ketidakmampuan untuk belajar yang bukan disebabkan oleh factor intelektualitas, alat indera maupun kesehatan
b)      Ketidakmampuan untuk mengembangkan atau memelihara kepuasan dalam menjalin hubungan dengan teman sebaya dan pendidik
c)      Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang dibawah keadaan normal
d)     Mudah terbawa suasana hati (emosi labil), ketidakbahagiaan, atau depresi
e)      Cenderungan untuk mengembangkan simptom-simptom fisik atau ketakutan-ketakutan yang disasosiasikan dengan permasalahan permasalahn pribadi atau sekolah.
Karakteristik yang dikemukakan Hallahan dan kauffman (1986) berdasarkan dimensi tingkah laku anak tuna laras adalah sebagai berikut:
*        Anak yang mengalami gangguan perilaku
1.      Berkelahi, memukul menyerang
2.      Pemarah
3.      Pembangkang
4.      Suka merusak
5.      Kurang ajar, tidak sopan
6.      Penentang, tidak mau bekerjasama
7.      Suka menggangu
8.      Suka ribut, pembolos
9.      Mudah marah, Suka pamer
10.  Hiperaktif, pembohong
11.  Iri hati, pembantah
12.  Ceroboh, pengacau
13.  Suka menyalahkan orang lain
14.  Mementingkan diri sendiri
*        Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri:
1.      Cemas
2.      Tegang
3.      Tidak punya teman
4.      Tertekan
5.      Sensitif
6.      Rendah diri
7.      Mudah frustasi
8.      Pendiam
9.      Mudah bimbang
*        Anak yang kurang dewasa
1.      Pelamun
2.      Kaku
3.      Pasif
4.      Mudah dipengaruhi
5.      Pengantuk
6.      Pembosan
*        Anak yang agresif bersosialisasi
1.      Mempunyai komplotan jahat
2.      Berbuat onar bersama komplotannya
3.      Membuat genk
4.      Suka diluar rumah sampai larut
5.      Bolos sekolah
6.      Pergi dari rumah
Selain karakteristik diatas, berikut ini karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik, sosial/ emosional dan fisik/ kesehatan anak tuna laras.
*        Karakteristik Akademik:
Kelainan perilaku mengakibatkan penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibatnya, dalam belajarnya memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Hasil belajar dibawah rata-rata
2.      Sering berurusan dengan guru BK
3.      Tidak naik kelas
4.      Sering membolos
5.      Sering melakukan pelanggaran, baik disekolah maupun dimasyarakat, dll
*        Karakteristik Sosial/ Emosional:
Karakteristik sosial/ emosional tuna laras dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)      Karakteristik Sosial
1.      Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain:
a.       Perilaku itu tidak diterima masyarakat, biasanya melanggar norma budaya
b.      Perilaku itu bersifat menggangu, dan dapat dikenai sanksi oleh kelompok sosial
2.      Perilaku itu ditandai dengan tindakan agresif yaitu:
a.       Tidak mengikuti aturan
b.      Bersifat mengganggu
c.       Bersifat membangkang dan menentang
d.      Tidak dapat bekerjasama
3.      Melakukan tindakan yang melanggar hukum dan kejahatan remaja
b)      Karakteristik Emosional
1.      Hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, misalnya tekanan batin dan rasa cemas.
2.      Ditandai dengan rasa gelisah, rasa malu, rendah diri, ketakutan dan sifat perasa/ sensitif.
c)      Karakteristik Fisik/ kesehatan
Pada anak tuna laras umumnya masalah fisik/ kesehatan yang dialami berupa gangguan makan, gangguan tidur atau gangguan gerakan. Umumnya mereka merasa ada yang tidak beres dengan jasmaninya, ia mudah mengalami kecelakaan, merasa cemas pada kesehatannya, seolah-olah merasa sakit, dll. Kelainan lain yang berupa fisik yaitu gagap, buang air tidak terkontrol, sering mengompol, dll.
2.4  Penyebab Tunalaras
Faktor penyebab tunalaras harus ditelusuri untuk memberikan pemahaman yang bukan mempermudah dalam usaha menanggulangi dan memberikan pelayanan bagi anak tunalaras. Factor-faktor penyebab tunalaras antara lain :
A.    Kondisi / Keadaan Fisik
Menurut beberapa ahli, gangguan tingkah laku dan respon emosional seseorang dapat dipengaruhi oleh disfungsi kelenjar endoktrin. Dari hasih penelitian Gunzburg (dalam Simanjuntak, 1947) disfungsi kelenjar endoktrin merupakan salah satu penyebab kejahatan, apabila fungsi kelenjar ini terganggu maka perkembangan fisik dan mental seseorang akan terganggu dan berpengaruh pada perkembangan wataknya.
Kondisi fisik ini dapat berupa kelainan yang menyebabkan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu juga adanya sikap atau perlakuan negative dari lingkungan masyarakat dapat menimbulkan rasa rendah diri, rasa tidak mampu, mudah putus asa, merasa tidak berguna, memperlihatkan perilaku agresif. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi / keadaan fisik yang dinyatakan secara tidak langsung dalam ciri-ciri kepribadian atau secara tidak langsung dalam reaksi menghadapi kenyataan memiliki implikasi bagi penyesuaian diri seseorang.
B.     Masalah Perkembangan
Erikson (dalam Singgih D. Gunarso, 1985 : 107) menjelaskan bahwa setiap memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai tantangan atau krisis emosi. Krisis emosi ini dapat diatasi jika pada diri anak tumbuh kemampuan baru yang berasal dari adanya proses kematangan yang menyartai perkembangan. Ciri dari masa krisis ini adalah nampaknya sikap menentang dan keras kepala, serta pelanggaran peraturan baik dirumah maupun di sekolah. Kartini Kartono (1982) menegaskan bahwa penghalang terhadap kelangsungan fungsi-fungsi fisik dan psikis pada masa ini dapat mengakibatkan kemunduran pada individu. Jika pada masa ini jjiwa anak masih labil maka akan banyak mengandung resiko berbahaya, dan jika kurang mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari orang dewasa maka anak akan mudah terjerumus pada tingkah laku menyimpang.
C.    Lingkungan Keluarga
Keluarga memiliki pengaruh penting dalam membentuk kepribadian keluarga merupakan peletak dasar perasaan aman (emotional security) pada anak, dan anak dapat memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan sikap social di lingkungan keluarga. Apabila keluarga tidak dapat memenuhi itu semua maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku anak. Masalah pada lingkungan keluaraga ini dapat disebabkan karena kurangnya perhatian dari orang tua. Karena kurangya perhatian tersebut, anak akan mencari kasih sayang di luar rumah dengan cara mencari kawan-kawan yang senasib. Pada kelompok tersebut anak dapat melakukan perbuatan tercela dan menentang norma untuk mendapat perhatian dari orang tua. Atau dapat juga karena perhatiannya berlebihan sehingga anak menjadi manja dan dampaknya, jika anak mengalami kegagalan maka anak akan lekas mnyerah merasa kecewa. Selain itu masalahnya juga dapat disebabkan oleh karena ketidakharmonisan keluarga. Masalah ini dapat berupa pecahnya keluarga. Orang tua yang sering bserselisih paham dapat menimbulkan keraguan pada diri anak mengenai kebenaran suatu norma. Sehingga anak mencari jalan sendiri dan dapat terjadi gangguan tingkah laku. Masalah dalam keluarga juga dapat dikarenakan kondisi ekonomi yang rendah. Jika tidak terpenuhinya kebutuhan anak, anak akan mencari jalan sendiri dan akan mengarah pada tindakan antisosial.
D.    Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan tingkah laku pada anak, seperti yang dikemukakan Sofyan Willis (1978) bahwa dalam rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan, kadang-kadang sekolah juga penyebab dari tinbulnya kenakalan remaja. Timbulnya gangguan tersebut dapat disebabkan oleh perilaku guru yang otoriter yang menyebabkan anak tertekan dan takut mengikuti pelajaran, sehingga anak memilih untuk membolos. Atau dapat juga karena sikap guru yang membiarkan anak didiknya tidak disiplin sehingga anak melakukan tindakan yang melanggar peraturan. Selain itu, fasilitas pendidikan juga dapat menimbulkan masalah, jika fasilitasnya kurang maka anak akan mengisi waktu luangnya untuk berkeliaran di luar sekolah.
E.     Lingkungan Masyarakat
Menurut Bandura (dalam Kirk & Gallegher, 1986), salah satu hal yang nampak mempengaruhi pola perilaku anak dalam lingkungan social adalah keteladanan, yaitu menirukan perilaku orang lain. Di dalam lingkungan masyarakat banyak terdapat pengaruh yang bersifat positif, tetapi di samping itu juga terdapat pengaruh negative yang dapat memicu munculnya perilaku menyimpang. Sikap masyarakat yang negatif dan hiburan yang tidak sesuai dengan perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya kelainan tingkah laku anak.
2.5  Bentuk Layanan dan Pendidikan untuk Anak Tunalaras
A.    Bentuk Layanan untuk Anak Tunalaras
Bentuk layanan untuk anak tunalaras berupa bimbingan. Bimbingan anak tunalaras dapat dilakukan pada lingkungan keluarga. Kelurga adalah lingkungan pertama yang dapat menjadi penyebab dari ketunalarasan. Pada seorang anak, dan dalam lingkungn keluarga ini ada beberapa kiat yang dapat dilakukan dalam menanggulangi anak yang mengalami ketunalarasan.
Hal yang dapat dilakukan yaitu mengelola dan mengendalikan emosi pada anak tunalaras yang tujuannya agar anak tersebut mampu mengelola emosi pada dirinya. Strategi pencapaian yang dilakukan yakni:
1.      Pada saat tiba-tiba terjadi konflik
ü  Beri waktu untuk mendinginkan suasana
ü  Bahas perilaku yang telah diperbuat anak tanpa menyerangnya
ü  Jelaskan perasaan tanpa menyangkal perasaan anak.
2.      Pada saat anak tidak terjadi konflik
ü  Mengenalkan anak pada buku harian, khususnya buku harian yang didalamnya ada gambar berupa ekspresi wajah
ü  Memberikan anak nasehat yang berhubungan dengan emosi dan cara mengatur emosi.
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan secara personal kepada anak, baik pendekatan emosinya dan pendekatan jati dirinya. Misalnya dengan memuji, memenuhi keinginannya, memahani karakternya dengan tidak memberikan hukuman terlebih dahulu.
Prosedur yang dilakukan adalah bertahap dan berkelanjutan. Karena untuk membentu pemulijan perilaku dan emosi anak tidak akan bisa dilakukan secara instan. Tekniknya berupa pendekatan secara langsung keanak atupun secara tidak langsung melalui teman sebaya anak.(www.asianfanfics.com)
B.     Bentuk Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras
Bentuk pendidikan anak berkebutuhan khusus tunalaras dapat diselenggarakan di SLB khusus untuk anak tunalaras yaitu (SLB-E). Dalam pelaksanaannya, macam-macam bentuk penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan tunalaras atau gangguan emosi dan perilaku adalah sebagai berikut:
1.      Penyelenggaraan bimbingan serta penyuluhan di sekolah regular seperti pendidikan inklusi. Misalnya di sekolah regular terdapat murid atau anak yang menunjukan gejala kenakalan ringan atau gangguan emosi maka para pembimbingharus segera memperbaikinya. Mereka masih tetap tinggal di sekolah tersebut bersama-sama dengan kawannya di kelas, namun anak tunalaras tersebut akan perhatian dan juga layanan khusus.
2.      Menyediakan kelas khusus bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras jika mereka perlu belajar terpisah dari teman-temannya satu kelas. Kemudian, pembimbing dapat mempelajari gejala-gejala gangguan emosi maupun gangguan perilaku yang dialami anak. Kelas khusus tersebut ada pada setiap sekolah dan juga masih merupakan bagian dari sekolah tersebut. Kelas khusus bagi anak tunalaras tersebut dipegang oleh seorang pendidik dengan latar belakang PLB atau pembimbing maupun penyuluh yaitu seorang guru yang cakap dan mampu mendidik anak berkebutuhan khusus tunalaras.
3.      Sekolah Luar Biasa (SLB) bagian tunalaras tanpa asrama yang ditujukan untuk anak berkebutuhan khusus tunalaras yang proses belajarnya perlu dipisahkan dengan teman yang lainnya karena gangguan emosi dan gangguan perilaku yang dialaminya sudah cukup berat atau bahkan merugikan teman seusianya.
4.      Sekolah dengan asrama. Sekolah ini ditujukan bagi anak berkebutuhan khusus yang kenakalannya sudah terlampau berat, sehingga mereka harus dipisahkan dengan teman maupun orangtua mereka. Oleh sebab itulah mereka harus dikirim ke asrama untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini juga bermaksud agar anak secara kontinyu bisa terus mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Adanya asrama untuk anak berkebutuhan khusus tunalaras adalah sebagai keperluan penyuluhan.
Tujuan diselenggarakannya pendidikan bagi anak tunalaras adalah untuk membantu anak berkebutuhan khusus tunalaras agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan serta keterampilan sebagai pribadi ataupun anggota masyarakat dalam menggalakkan hubungan timbale balik antara lingkungan sosial budaya maupun lingkungan.
Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus tunalaras dapat dilaksanakan melalui bidang pengajaran, bimbingan dan juga penyuluhan dengan melibatkan ahli-ahli terkait seperti guru, psikolog, pengasuh maupun pekerja sosial.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar. Karakteristik anak yang mengalami tunalaras meliputi:
a.       Anak yang mengalami gangguan perilaku
b.      Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri:
c.       Anak yang kurang dewasa
d.      Anak yang agresif bersosialisasi
Anak yang menderita tunalaras sangat membutuhkan layanan dan pendidikan yang sangat tepat karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain. Layanan dan pendidikan untuk anak tunalaras dapat melalui kelas-kelas inklusi, SLB-E atau sekolah dan asrama.
3.2  Saran
Dengan semakin berkembangnya kajian tentang ketunalarasan, sangat perlu untuk mempelajari teori baik ciri-ciri, karakteristik, jenis-jenis, dan layanan pendidikan untuk anak tunalaras dari berbagai ahli. Walaupun kita sebagai calon guru SD, namun kita dituntut peka akan dinamika siswa dalam kelas dan kita diharapkan dapat bertindak sesui dengan teori tentang ketunalarasan jika ada didalam kelas terdapat anak tunalaras. Dengan informasi mengenai pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras ini diharapkan para pembaca memiliki persepsi yang sama terhadap perkembangan pendidikan luar biasa sehingga program-program pendidikan tersebut bisa terlaksana dengan baik sesuai dengan harapan.
DAFTAR PUSTAKA

*        Referensi Buku
Dra. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi, 2006, Psikologi Anak Tunalara, Bandung : PT Refika Aditama
IG. A. K. Wardani, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
M. Efendi. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Mujtahidin. 2014.Teori Belajar dan Pembelajaran. Surabaya:  Pena Salsabila
*        Referensi Jurnal Ilmiah
Mahabatti, Aini. 2010.Jurnal Pendidikan Khusus Vol.7 No.2 Pendidikan Inklusif Untuk Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (TUNALARAS). (Online), (tidak ada halaman), (http://www.uny.ac.id), diakses 27 Maret 2015.

*        Referensi Internet
Phierquinn. 2012.Anak Tunalaras dan Karakteristiknya, (Online), (https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak-tuna-laras-dan-karakteristiknya/), diakses 27 Maret 2015
Piadmajha, Ananda. 2013.Pengertian Anak Tunalaras, (Online), (http://anandapriadmajha.blogspot.com/2013/05/pengertian-anak-tuna-laras.html) diakses 27 Maret 2015
Anonim, (tanpa tahun). Kelompok 9 Tunalaras, (Online), (http://www.asianfanfics.com/story/view/357966/4/babk-kel-5-11-babk), diakses 27 Maret 2015
Anonim. 2014. Pendidikan Khusus Untuk Anak Tunalaras, (Online), (http://bisamandiri.com/blog/2014/11/pendidikan-khusus-untuk-anak-tunalaras/), diakses 27 Maret 2015